Selasa, 17 Maret 2009


MENYEMPURNAKAN IBADAH FARDU

“Sempurnakanlah ibadah fardu kalian dengan ibadah sunnah! Sesungguhnya amal-amal sunnah dapat menutupi kekurangan amal wajib.” – Al-Harits Al-Muhasibi

Para sufi selalu merasa bahwsa ibadah fardu (wajib) mereka belum dilakukan secara sempurna. Karena itu, mereka berupaya menyempurnakannya dengan amalan-amalan sunnah. Amalan-amalan sunnah yang mereka lakukan diharapkan menjadi penambal berbagai kekurangan ibadah fardu. Dengan demikian, seluruh ibadah fardu mereka selalu diikuti dengan ibadah sunnah-nya.

Namun, para sufi tidank mau terjebak dengan berbagai amalan sunnah sementara ibadah fardu mereka dilakukan secara gegabah. Juga, mereka tidak merasa berbangga hati ketika mampu melakukan ibadah sunnah. Ketika telah banyak beramal sunnah, mereka tidak merasa bahwa ibadah-ibadahnya tersebut sebagai jaminan keselamatan. Para sufi tidak merasa sebagai orang-orang yang telah banyak melakukan pengabdian, sebanyak apapun ibadah sunnah yang mereka lakukan. Apap yang dilakukan mereka dipandang hanya ”tambal sulam” kekurangan. Lebih dari itu, mereka tidak menjadikan kegiatan-kegiatan ibadah sunnah sebagai sarana meraih keuntungan duniawi. Alih-alih banyak beramal sunnah, lantas mereka menuntut Allah agar mengucurkan rezeki-Nya yang berlimpah.

Para sufi tidak pernah mengejar ibadah sunnah sementara melalaikan ibadah fardu. Mereka tidak ingin meraih laba jika tidak memiliki modal. ”Perumpamaan orang yang memperbanyak ibadah sunnah, sementara ibadah fardu-nya diselepelekan, adalah laksana pedagang yang modalnya hilang,tetapi masih mengharap laba yang banyak.” demikian kata Salman Al-Farisi.

Yunus bin ’Ubaid menyebutkan bahwa orang yang meremehkan berbagai ibadah sunnah, suatu saat akan meremehkan berbagai ibadah fardu.

Al-Tustari berkata, ”Tanda orang yang berlebihan dalam ibadah sunnah dan gegabah atas ibadah fardu adalah merasa senang ketika beribadah sunnah, tetapi tergesa-gesa ketika beribadah fardu. Semua itu adalah kerancuan yang dihembuskan oleh setan. Setan banyak menjeremuskan manusia dengan ibadah sunnah. Setan akan senang jika melihat orang Mukmin bersemangat untuk beribadah sunnah, tetapi lalai terhadap ibadah fardunya. Sebaliknya, setan akan sedih jika melihat orang Mukmin memiliki perhatian lebih terhadap ibadah fardu diatas ibadah sunnah.”

(dikutiip dari buku 99 Akhlak Sufi:Meniti Jalan Surga Bersama Orang-Orang Suci, ’Abd Al-Wahhab Al-Sya’rani, PT. Mizan Pustaka, 2004)

NIAT BERBUAT KEBAIKAN

“Sesungguhnya, semua amal bergantung pada niat-nya. Barang siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, dia telah berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya...” – Sabda Nabi Saw.

Niat yang benar adalah anugerah Allah kepada seseorang. Bernilai atau tidaknya suatu perbuatan sepenuhnya pada niat. Karena niat, perbuatan seseorang akan diterima atau ditolak oleh Allah. Perbuatan baik dapat berubah menjadi buruk akibat niatnya. Sebuah amal bisa memperolah pahala yang berlipat karena kecermatan menata niat.

Niat yang benar akan melahirkan tekad yang kuat untuk melakukan ketaatan secara maksimal. Begitu juga niat yang tulus dapat mencegah seseorang minder beramal karena ejekan atau cemoohan orang. Amal yang bentuk lahirnya berupa keduniaan akan berubah menjadi amal keakhiratan karena niat yang benar. Sebaliknya, amal yang tampilan luarnya keakhiratan bisa berubah menjadi sekedar amal keduniaan apabila dilakukan tanpa niat yang benar.

Dawud Al_Tha’i pernah ditanya oleh seseorang, ”Bagaimana caranya agar suatu amal terbebas dari riya ?”

Al-Tha’i menjawab, ”Perbanyaklah niat melakukan kebaikan. Sebab, niat melakukan kebaikan termasuk amalan yang baik bagi orang Mukmin. Berniat melakukan kebaikan adalah perbuatan hati yang tak tampak sehingga selamat dari riya. Namun, ingatlah, meskipun niat melakukan kebaikan tidak terlihat oleh mata, dia dapat terserang penyakit ujub. Hati-hatilah dengan setan! Setan selalu mengincarmu setiap saat. Dia tidak pernah lengah dan tidak mengantuk. Lain halnya dengan dirimu. Kamu mudah lalai dan banyak kantuk. Hanya orang yang mendapat karunia Allah yang dapat selamat dari godaan setan. Perbanyaklah olehmu memohon perlindungan kepada Allah darinya !”.

Tsabit Al-Bannani menjelaskan, ”Engkau mesti berhati-hati dengan jebakan setan.Setan suka mendorong dirimu untuk berniat melakukan amal saleh. Namun, dia berusaha menghalangimu melaksanakannya secara nyata. Setan mengetahui bahwa jika orang Mukmin melakukan amal saleh,dia mendapat pahala berlipat. Sebab, niat melakukan amal saleh-nya dihitung sebagai kebaikan. Karena itu, setan tidak rela melihat orang Mukmin mendapat dua pahala sekaligus. Engkau akan terjebak dalam pelamunan. Pelamunan hanyalah angan-angan melakukan kebaikan tanpa dibarengi tekad untuk melaksanakannya. Camkanlah olehmu, niat yang dihitung sebagai kebaikan adalah niat yang dilaksanakan secara nyata dan niat yang terhalang suatu uzur ketika engkau hendak melakukannya.”

”Jika niatmu baik,” kata Ali Al-Khawwash, ”seluruh orang akan merasa senang kepadamu. Sebaliknya, jika niatmu jelek, seluruh orang akan membencimu. Allah Swt, sangat senang kepada hamba yang mempunyai tekad untuk melakukan amal baik sementara ia terhalang oleh suatu uzur. Allah Swt, sangat benci kepada hamba yang berniat melakukan maksiat sementara ia terhadang oleh uzur bukan karena tekad baik dalam dirinya. Perbanyaklah merasa sedih jika dalam hatimu terdapat keinginan melakukan kebaikan sementara ada uzur yang menghalangi. Sebab, tangisanmu akan menambah catatan kebaikanmu. Dan, janganlah merasa sedih njika engkau tidak jadi melakukan maksiat yang telah engkau rencanakan karena terhalang oleh uzur. Sungguh beruntung orang yang diberi karunia niat yang baik dan dapat melaksanakannya.”

Demikianlah, dari niat yang baik, lahirlah ketulusan beribadah. Dan, ketulusan beribadah menghasilkan pahala yang berlipat dan tekad yang kuat untuk melaksanakan ketaatan. Semoga Allah senantiasa meluruskan niat kita pada jalan ketaatan.

(dikutiip dari buku 99 Akhlak Sufi:Meniti Jalan Surga Bersama Orang-Orang Suci, ’Abd Al-Wahhab Al-Sya’rani, PT. Mizan Pustaka, 2004)

Senin, 16 Maret 2009

PEDOMAN AMAL SALEH

“Aku wariskan kepada kalian dua kitab. Jika kalian berpegang teguh pada keduanya, kalian akan selamat. Dua kitab itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah.” – Sabda Nabi Saw.

Salah satu sikap para sufi yaitu tidak pernah bertindak atau berpendapat kecuali setelah mengetahui rujukannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Mereka tidak mau taklid pada tindakan atau pendapat orang lain jika tidak berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Sebab, tindakan atau pendapat orang lain belum tentu memiliki dasar yang kuat, bhakan tidak mustahil termasuk bid’ah yang menyesatkan.

Konsistensi para sufi terhadap Al-Qur’an dan Sunnah seperti konsistensi bayangan pada benda. Suatu bayangan akan muncul jika ada cahaya yang memantulkannya; ia akan hilang jika cahaya itu hilang. Begitu pula tindakan para sufi. Jika ada dalil dari Al-Qur’an atau Sunnah, mereka akan bertindak sesuai dengan dalil-nya. Jika tidak menemukan dalilnya, mereka tidak mau gegabah untuk bertindak.

Abu Al-Qasim Al-Junaid berkata, ”Kitab kita ini, Al-Qur’an adalah induk semua kitab. Ia mencakup semua pengetahuan yang ada di bumi dan langit. Syariat kita adalah aturan yang paling jelas dan detail di antara aturan-aturan yang ada. Sedangkan, tarikat kita, tasawuf,, diikat oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Orang yang tidak mampu memahami Al-Qur’an dan Sunnah tidak layak untuk diikuti.”

Syaikh Junaid Al-Baghdadi mengingatkan, ”Janganlah engkau tertipu oleh orang yang mampu terbang di udara. Sselidikilah, sejauh mana dia berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah.”

Sebagian sufi melakukan tawajjuh jika tidak menemukan dalil dari Al-Qur’an atau Sunnah untuk suatu tindakan atau masalah. Tawajjuh adalah komunikasi secara gaib dengan Rasulullah Saw. Jika telah merasakan berhadapan dengan Rasulullah,pelaku tawajjuh meminta kejelasan tentang suatu masalah yang dihadapinya. Lalu, dia berpegangan teguh pada penjelasan yang disampaikan oleh Rasulullah ketika tawajjuh berlangsung.

Tawajjuh termasuk metode kasyfiyyah yang banyak dipraktikkan oleh sejumlah sufi,seperti Al-Ghazali dan Abu Thalib Al-Makki. Sebagian sufi menyatakan bahwa tawajjuh bukan perkara yang mustahil. Akan tetapi, harus dipahami bahwa metode tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang memiliki tingkatan spriritualitas tinggi.

Muncul suatu persoalan, apakah orang-orang yang dapat ber-tawajjuh boleh menyuruh orang lain bertindak sesuai dengan apa yang ditunjukkan kepadanya oleh Rasulullah Saw, disaat tawajjuh itu? Jawabannya adalah tidak boleh. Sebab, hal tersebut berada di luar kelaziman periwayatan hadis. Namun, jika ada orang yang mau menerima secara sukarela, dia boleh berpegangan pada hasil tawajjuh itu.

(dikutiip dari buku 99 Akhlak Sufi:Meniti Jalan Surga Bersama Orang-Orang Suci, ’Abd Al-Wahhab Al-Sya’rani, PT. Mizan Pustaka, 2004)
Tabib Qiu's of Soul ID solo album. This is the 1st single taken from the Manusia 3D:Ritual album, Rizky Rekordz 2007. Produced by Drusteelo for Soulbrothaz Production. It's an Indie joint so mind da quality.

TABIB QIU - JALAN PILIHAN

or please call:

  • 2313 Management, 021 93838925 / 0812 940 2923 (Gita)