Kamis, 30 April 2009

status facebook setelaah... (2)


seperti biasa, setelah pengajian mingguan di warung favorit, ditemenin sebatang filter dan teh tawar anget, ak lagi nunggu 'titipan' hikmah untuk trus ditulis di status fb-ku. Coba inget2 lagi kejadian tadi di majelis dzikir, akhirnya dataang jugaaa....

"jika dulu jadi orang sakit, maka jadilah sekarang orang yang rela diobati sakitnya. jika kemarin jadi orang tak mau memohon ampunan-Nya, maka jadilah sekarang pemohon ampunan-Nya"

seperti biasa teman2, kalo punya opini soal tulisan diatas, please share it... makasiih

Rabu, 29 April 2009

status facebook setelaah... (1)

yup setelah pengajian mingguan tiap hari selasa, biasa aku 'cangkruk' di warung, sambil 'nunggu' hikmah apa yang dikasih untuk trus ditulis di status fb-ku, sambil berusaha mengingat-ingat tausyiah ustad Kusnadi tadi dan... akhirnya datang juga... begini kata-Nya...

"siapa yang mengerti agama-nya akan dibantu untuk memahami diri-nya. siapa yang memahami diri-nya akan dibantu menghayati hidup-nya. siapa yang menghayati hidup-nya akan dibantu untuk ikhlas"

so, kalo temen2 yang ngebaca tulisan ini, please give ur opinion yaa... bebas, ga bermaksud mencari siapa yang benar atau salah...

makasiih yaa

Selasa, 21 April 2009

RBT INGIN DICINTA (SOUL ID)

Ingin Dicinta (versi 1)
XL
ketik 14400313
kirim ke 1818

Fren / Mobile – 8
SMS : Ringgoset 471046999
Kirim ke : 2525

IndosatSMS :
SET0614709
Kirim ke :808

NTS / AXISS
MS: ON 4710469
Kirim ke : 333

Telkomsel ( Kartu Halo, Simpati, Kartu As)
Ketik: RING ON 4710469
Kirim ke: 1212

Flexi Tone:
RINGSUB<4710469> ke nomor 1212

Esia
Ring 4710469
Kirim ke : 888

Ingin Dicinta (versi 2)
XL
ketik 14400314
kirim ke 1818

Fren / Mobile – 8
SMS :
Ringgoset 471047799
Kirim ke : 2525

Indosat
SMS : SET0614707
Kirim ke :808

NTS / AXIS
SMS: ON 4710477
Kirim ke : 333

Telkomsel ( Kartu Halo, Simpati, Kartu As)
Ketik: RING ON 4710477
Kirim ke: 1212

Flexi Tone:
RINGSUB4710477
ke nomor 1212

Esia
Ring 4710477
Kirim ke : 888

Ingin Dicinta (versi 3)
XL
ketik 14400315
kirim ke 1818

Fren / Mobile – 8
SMS : Ringgoset 471048599
Kirim ke : 2525

Indosat
SMS : SET 0614708
Kirim ke :808

NTS / AXIS
SMS: ON 4710485
Kirim ke : 333

Telkomsel ( Kartu Halo, Simpati, Kartu As)
Ketik: RING ON 4710485Kirim ke: 1212

Flexi Tone:
RINGSUB 4710485
ke nomor 1212

Esia
Ring 4710485
Kirim ke : 888
RBT Boogie Time

Fren / Mobile – 8
SMS : Ringgoset473834299
Kirim ke : 2525

Indosat
SMS : SET0612300
Kirim ke :808

NTS / AXIS
SMS: ON4738342
Kirim ke : 333

Telkomsel ( Kartu Halo, Simpati, Kartu As)
Ketik: RING ON 4718342
Kirim ke: 1212

Flexi Tone: 4738342
Cara aktivasinya:RINGSUB
ke nomor 1212 RINGON

XL
ketik 14400313
kirim 1818

Selasa, 17 Maret 2009


MENYEMPURNAKAN IBADAH FARDU

“Sempurnakanlah ibadah fardu kalian dengan ibadah sunnah! Sesungguhnya amal-amal sunnah dapat menutupi kekurangan amal wajib.” – Al-Harits Al-Muhasibi

Para sufi selalu merasa bahwsa ibadah fardu (wajib) mereka belum dilakukan secara sempurna. Karena itu, mereka berupaya menyempurnakannya dengan amalan-amalan sunnah. Amalan-amalan sunnah yang mereka lakukan diharapkan menjadi penambal berbagai kekurangan ibadah fardu. Dengan demikian, seluruh ibadah fardu mereka selalu diikuti dengan ibadah sunnah-nya.

Namun, para sufi tidank mau terjebak dengan berbagai amalan sunnah sementara ibadah fardu mereka dilakukan secara gegabah. Juga, mereka tidak merasa berbangga hati ketika mampu melakukan ibadah sunnah. Ketika telah banyak beramal sunnah, mereka tidak merasa bahwa ibadah-ibadahnya tersebut sebagai jaminan keselamatan. Para sufi tidak merasa sebagai orang-orang yang telah banyak melakukan pengabdian, sebanyak apapun ibadah sunnah yang mereka lakukan. Apap yang dilakukan mereka dipandang hanya ”tambal sulam” kekurangan. Lebih dari itu, mereka tidak menjadikan kegiatan-kegiatan ibadah sunnah sebagai sarana meraih keuntungan duniawi. Alih-alih banyak beramal sunnah, lantas mereka menuntut Allah agar mengucurkan rezeki-Nya yang berlimpah.

Para sufi tidak pernah mengejar ibadah sunnah sementara melalaikan ibadah fardu. Mereka tidak ingin meraih laba jika tidak memiliki modal. ”Perumpamaan orang yang memperbanyak ibadah sunnah, sementara ibadah fardu-nya diselepelekan, adalah laksana pedagang yang modalnya hilang,tetapi masih mengharap laba yang banyak.” demikian kata Salman Al-Farisi.

Yunus bin ’Ubaid menyebutkan bahwa orang yang meremehkan berbagai ibadah sunnah, suatu saat akan meremehkan berbagai ibadah fardu.

Al-Tustari berkata, ”Tanda orang yang berlebihan dalam ibadah sunnah dan gegabah atas ibadah fardu adalah merasa senang ketika beribadah sunnah, tetapi tergesa-gesa ketika beribadah fardu. Semua itu adalah kerancuan yang dihembuskan oleh setan. Setan banyak menjeremuskan manusia dengan ibadah sunnah. Setan akan senang jika melihat orang Mukmin bersemangat untuk beribadah sunnah, tetapi lalai terhadap ibadah fardunya. Sebaliknya, setan akan sedih jika melihat orang Mukmin memiliki perhatian lebih terhadap ibadah fardu diatas ibadah sunnah.”

(dikutiip dari buku 99 Akhlak Sufi:Meniti Jalan Surga Bersama Orang-Orang Suci, ’Abd Al-Wahhab Al-Sya’rani, PT. Mizan Pustaka, 2004)

NIAT BERBUAT KEBAIKAN

“Sesungguhnya, semua amal bergantung pada niat-nya. Barang siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, dia telah berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya...” – Sabda Nabi Saw.

Niat yang benar adalah anugerah Allah kepada seseorang. Bernilai atau tidaknya suatu perbuatan sepenuhnya pada niat. Karena niat, perbuatan seseorang akan diterima atau ditolak oleh Allah. Perbuatan baik dapat berubah menjadi buruk akibat niatnya. Sebuah amal bisa memperolah pahala yang berlipat karena kecermatan menata niat.

Niat yang benar akan melahirkan tekad yang kuat untuk melakukan ketaatan secara maksimal. Begitu juga niat yang tulus dapat mencegah seseorang minder beramal karena ejekan atau cemoohan orang. Amal yang bentuk lahirnya berupa keduniaan akan berubah menjadi amal keakhiratan karena niat yang benar. Sebaliknya, amal yang tampilan luarnya keakhiratan bisa berubah menjadi sekedar amal keduniaan apabila dilakukan tanpa niat yang benar.

Dawud Al_Tha’i pernah ditanya oleh seseorang, ”Bagaimana caranya agar suatu amal terbebas dari riya ?”

Al-Tha’i menjawab, ”Perbanyaklah niat melakukan kebaikan. Sebab, niat melakukan kebaikan termasuk amalan yang baik bagi orang Mukmin. Berniat melakukan kebaikan adalah perbuatan hati yang tak tampak sehingga selamat dari riya. Namun, ingatlah, meskipun niat melakukan kebaikan tidak terlihat oleh mata, dia dapat terserang penyakit ujub. Hati-hatilah dengan setan! Setan selalu mengincarmu setiap saat. Dia tidak pernah lengah dan tidak mengantuk. Lain halnya dengan dirimu. Kamu mudah lalai dan banyak kantuk. Hanya orang yang mendapat karunia Allah yang dapat selamat dari godaan setan. Perbanyaklah olehmu memohon perlindungan kepada Allah darinya !”.

Tsabit Al-Bannani menjelaskan, ”Engkau mesti berhati-hati dengan jebakan setan.Setan suka mendorong dirimu untuk berniat melakukan amal saleh. Namun, dia berusaha menghalangimu melaksanakannya secara nyata. Setan mengetahui bahwa jika orang Mukmin melakukan amal saleh,dia mendapat pahala berlipat. Sebab, niat melakukan amal saleh-nya dihitung sebagai kebaikan. Karena itu, setan tidak rela melihat orang Mukmin mendapat dua pahala sekaligus. Engkau akan terjebak dalam pelamunan. Pelamunan hanyalah angan-angan melakukan kebaikan tanpa dibarengi tekad untuk melaksanakannya. Camkanlah olehmu, niat yang dihitung sebagai kebaikan adalah niat yang dilaksanakan secara nyata dan niat yang terhalang suatu uzur ketika engkau hendak melakukannya.”

”Jika niatmu baik,” kata Ali Al-Khawwash, ”seluruh orang akan merasa senang kepadamu. Sebaliknya, jika niatmu jelek, seluruh orang akan membencimu. Allah Swt, sangat senang kepada hamba yang mempunyai tekad untuk melakukan amal baik sementara ia terhalang oleh suatu uzur. Allah Swt, sangat benci kepada hamba yang berniat melakukan maksiat sementara ia terhadang oleh uzur bukan karena tekad baik dalam dirinya. Perbanyaklah merasa sedih jika dalam hatimu terdapat keinginan melakukan kebaikan sementara ada uzur yang menghalangi. Sebab, tangisanmu akan menambah catatan kebaikanmu. Dan, janganlah merasa sedih njika engkau tidak jadi melakukan maksiat yang telah engkau rencanakan karena terhalang oleh uzur. Sungguh beruntung orang yang diberi karunia niat yang baik dan dapat melaksanakannya.”

Demikianlah, dari niat yang baik, lahirlah ketulusan beribadah. Dan, ketulusan beribadah menghasilkan pahala yang berlipat dan tekad yang kuat untuk melaksanakan ketaatan. Semoga Allah senantiasa meluruskan niat kita pada jalan ketaatan.

(dikutiip dari buku 99 Akhlak Sufi:Meniti Jalan Surga Bersama Orang-Orang Suci, ’Abd Al-Wahhab Al-Sya’rani, PT. Mizan Pustaka, 2004)

Senin, 16 Maret 2009

PEDOMAN AMAL SALEH

“Aku wariskan kepada kalian dua kitab. Jika kalian berpegang teguh pada keduanya, kalian akan selamat. Dua kitab itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah.” – Sabda Nabi Saw.

Salah satu sikap para sufi yaitu tidak pernah bertindak atau berpendapat kecuali setelah mengetahui rujukannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Mereka tidak mau taklid pada tindakan atau pendapat orang lain jika tidak berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Sebab, tindakan atau pendapat orang lain belum tentu memiliki dasar yang kuat, bhakan tidak mustahil termasuk bid’ah yang menyesatkan.

Konsistensi para sufi terhadap Al-Qur’an dan Sunnah seperti konsistensi bayangan pada benda. Suatu bayangan akan muncul jika ada cahaya yang memantulkannya; ia akan hilang jika cahaya itu hilang. Begitu pula tindakan para sufi. Jika ada dalil dari Al-Qur’an atau Sunnah, mereka akan bertindak sesuai dengan dalil-nya. Jika tidak menemukan dalilnya, mereka tidak mau gegabah untuk bertindak.

Abu Al-Qasim Al-Junaid berkata, ”Kitab kita ini, Al-Qur’an adalah induk semua kitab. Ia mencakup semua pengetahuan yang ada di bumi dan langit. Syariat kita adalah aturan yang paling jelas dan detail di antara aturan-aturan yang ada. Sedangkan, tarikat kita, tasawuf,, diikat oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Orang yang tidak mampu memahami Al-Qur’an dan Sunnah tidak layak untuk diikuti.”

Syaikh Junaid Al-Baghdadi mengingatkan, ”Janganlah engkau tertipu oleh orang yang mampu terbang di udara. Sselidikilah, sejauh mana dia berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah.”

Sebagian sufi melakukan tawajjuh jika tidak menemukan dalil dari Al-Qur’an atau Sunnah untuk suatu tindakan atau masalah. Tawajjuh adalah komunikasi secara gaib dengan Rasulullah Saw. Jika telah merasakan berhadapan dengan Rasulullah,pelaku tawajjuh meminta kejelasan tentang suatu masalah yang dihadapinya. Lalu, dia berpegangan teguh pada penjelasan yang disampaikan oleh Rasulullah ketika tawajjuh berlangsung.

Tawajjuh termasuk metode kasyfiyyah yang banyak dipraktikkan oleh sejumlah sufi,seperti Al-Ghazali dan Abu Thalib Al-Makki. Sebagian sufi menyatakan bahwa tawajjuh bukan perkara yang mustahil. Akan tetapi, harus dipahami bahwa metode tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang memiliki tingkatan spriritualitas tinggi.

Muncul suatu persoalan, apakah orang-orang yang dapat ber-tawajjuh boleh menyuruh orang lain bertindak sesuai dengan apa yang ditunjukkan kepadanya oleh Rasulullah Saw, disaat tawajjuh itu? Jawabannya adalah tidak boleh. Sebab, hal tersebut berada di luar kelaziman periwayatan hadis. Namun, jika ada orang yang mau menerima secara sukarela, dia boleh berpegangan pada hasil tawajjuh itu.

(dikutiip dari buku 99 Akhlak Sufi:Meniti Jalan Surga Bersama Orang-Orang Suci, ’Abd Al-Wahhab Al-Sya’rani, PT. Mizan Pustaka, 2004)

Senin, 23 Februari 2009

aku kadang belom bisa langsung paham, bagaimana sebuah "keyakinan" bisa didapatkan. Alhmdulillah rasanya, aku pelan-pelan kini mulai ngerti (belom memahami lho, hehehe), kalo keyakinan bisa didapat lewat berbagai proses, salah satu-nya lewat pintu : kepasrahan.

PASRAH dalam KBBI berarti "menyerahkan diri sepunuhnya". Pertanyaannya adalah jika kita menyerahkan "sesuatu" pasti "ada" yang menerima, atau kepada siapa kita menyerahkan diri kita?

Jika memang kita setuju dengan sebuah nasehat "saat kita kehilangan sesuatu, teman/kerabat/saudara yang meinggal atau menghadapi musibah, cobaan, kesedihan, dan hal2 yang cenderung membuat manusia bersedih, ucapkan 'Innalillahi wa inaillaihi roj'un' (maaf jika salah penulisan) yang inti artinya adalah semua datang dari Allah dan kembali kepada Allah", maka aku lebih cocok bilang bahwa kalimat itu adalah salah satu kalimat "kepasrahan".

Cuma terkadang, aku sering berusaha memahami kalimat itu pada saat2 tertentu aja, terutama ya pas denger kabar temen/sahabatr/saudara meninggal dan saat saat yang cenderung buat aku sedih...

Ak pikir sekarang, ga harus seperti itu... menurutku untuk memulai sesuatu, ga ada salahnya ak memulai dengan pemahaman itu. Merasa segala urusan yang akan dikerjakan datang dari Allah, kalo lancar atau susah adalah datang dari Allah, kadang kenpa ak terlalu takut ? toh dari awal sadar bahwa "semua"-nya datang dari Allah? termasuk berhasil atau gagal-nya pekerjaan itu. Ak rasa mulai penting, memulai sesuatu untuk "menyerahkan diri (termasuk apa yang akan kita kerjakan)" kepada Allah. Bukankah inti mengucapkan "Bismillah" (Dengan menyebut nama Allah) agar supaya yang mengucapkan bahwa apapun yang akan dikerjakan "bersama" dengan Allah ??

Scara logika, "kepasrahan" dari awal pekerjaan akan membantu seseorang untuk melakukan "kepasrahan" di akhir pekerjaan yang cenderung tidak sesuai keinginan-nya, karena "kepasrahan" itu ketrampilan, dan setiap ketrampilan perlu latihan, perlu pengulangan tindakan, agar menjadi terlatih lalu trampil... jadi pada saat diakhir pekerjaan tidak sesuai dengan keinginan sblmnya, maka tinggal diingat aja, kalo "di awal pekerjaan kan aku udah menyerahkan (berhasil atau tidak berhasil) ke Tuhan ?" jadi kalo ga sesuai dengan keinginan ya ga perlu terlalu kecewa. Kecewa si wajar, tapi kalo sudah trampil "PASRAH"-nya, segala ketidak-berhasilan bisa langsung dipahami dan disikapi dengan tenang dan senang.

Kenapa? karena, respon tenang dan senang itu akan otomatis dirasakan kalo hati sudah trampil "pasrah", karena kita sudah pernah merasa siap (sblm awal melakukan pekerjaan) jika pekerjaan ini tidak sesuai dengan keinginan. Nah, diposisi tenang dan senang inilah, posisi (waktu) yg tepat untuk introspeksi (atau mengambil hikmah) dari ketidak-berhasilan tadi.
"Jangan introspeksi diri dalam kondisi diri kita tidak nyaman atau tidak tenang" ...

pada posisi itu... proses mengambil hikmah merupakan proses "kebajikan" (BAJIK = sesuatu yang mendatangkan kebaikan). Mungkin banyak yang berfikir kebajikan itu selalu berhubungan dengan sesuatu yang mendatangkan kebaikan untuk orang2 sekitar, sedikit sekali yang tau, bahwa ketrampilan kita mengambil hikmah (dr segala kejadian yg menyedihkan atau menyenangkan) itu berarti kebajikan yang lebih utama pada diri kita. Aku ingat guru-ku pernah bilang "Jangan sering melihat keluar, lebih sering-lah lihat kedalam". Baru ak ngerti kalo, mksdnya adalah lebih sering mengambil hikmah dari segala nikmat baik yang menyenangkan juga yang menyedihkan. Bagaimana mau menyebarkan kebajikan ke orang di sekitar kita, kalau kita ga mau mengambil kebajikan buat diri kita sendiri ??

Kalo sudah membiasakan diri / trampil mengambil kebajikan untuk diri sendiri, dengan sendirinya akan merasa lebih yakin menyampaikan kebajikan tsb untuk orang yang membutuhkan, dibandingkan dengan kebajikan dari kata orang atau dari kalimat2 nasehat di buku2. Kondisi "merasa lebih yakin" itulah yang aku maksud diawal penulisan ini "sebuah keyakinan bisa didapat".

Dan itulah kenapa, ak nulis ini karena teringat dengan quote ini:
"Tidak ada anugrah Tuhan yang turun dari langit yang lebih mulia dari tiga hal : kepasrahan, kebajikan dan keyakinan" (Imam Ali Ridha)
Tabib Qiu's of Soul ID solo album. This is the 1st single taken from the Manusia 3D:Ritual album, Rizky Rekordz 2007. Produced by Drusteelo for Soulbrothaz Production. It's an Indie joint so mind da quality.

TABIB QIU - JALAN PILIHAN

or please call:

  • 2313 Management, 021 93838925 / 0812 940 2923 (Gita)